Kerajaan Mataram Kuno adalah salah satu kerajaan terbesar era nusantara yang berdiri sekitar abad 8 dan diperkirakan berpusat di Jawa Tengah. Ahli berpendapat bahwa letak kerajaan Mataram Kuno ada di Medang dan Poh Pitu.
Dikutip dari buku Sejarah 2 oleh Sardiman A.M, M.Pd., letak Poh Pitu sendiri sampai sekarang belum begitu jelas. Dalam beberapa catatan sejarah, hanya dijelaskan bahwa letak Mataram di kelilingi gunung, pegunungan dan sungai-sungai.
Catatan itu kemudian dipadukan dengan kondisi geografis sekarang yang dulunya adalah wilayah kekuasaan Mataram Kuno.Banyak ahli yang menganggap sangat mungkin Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sumbing, dan Sindoro adalah pegunungan di sebelah utara kerajaan Mataram Kuno.
Kemudian di sebelah barat terdapat Pegunungan Serayu, di sebelah timur terdapat Gunung Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan Laut Selatan dan Pegunungan Seribu. Sedangkan sungai-sungai yang ada, misalnya Sungai Bogowonto, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Sedangkan Poh Pitu kemungkinan berada diantara Kedu Sampai sekitar Prambanan.
Lalu, bagaimana awal mula berdirinya Kerajaan Mataram Kuno? Simak penjelasan lengkapnya beserta raja-raja dan peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno.
Sejarah berdirinya Mataram Kuno
Mengutip dari buku Explore Sejarah Indonesia Jilid 1 untuk SMA/MA Kelas X oleh Dr. Abdurakhman, nama Mataram diambil dari istilah Bhumi Mataram. Artinya daerah yang dikelilingi oleh gunung-gunung.
Berdasarkan letak pemerintahannya sejarah Kerajaan Mataram Kuno terbagi atas dua periode. Periode pertama ditandai dengan lokasi pusat pemerintah yang terletak di Jawa Tengah pada abad ke-8. Sementara itu periode kedua ditandai dengan lokasi pusat pemerintah di Jawa Timur pada abad ke 9-10.
Periode Jawa Tengah diwarnai dengan adanya dua wangsa (dinasti) yang berkuasa dalam satu masa, yaitu Dinasti Sanjaya (Hindu) dan Wangsa Syailendra (Buddha).
Salah satu peninggalan keagamaan Dinasti Sanjaya adalah Candi Prambanan, sedangkan peninggalan Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur.
Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah
Berdasarkan buku IPS Terpadu Jilid 1B oleh Sri Pujiastuti, di Prasasti Canggal diketahui raja pertama yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno adalah Raja Sanna. Kemudian Raja Sanna digantikan oleh keponakannya yang bernama Sanjaya.
Raja Sanjaya memerintah dengan bijaksana sehingga rakyat hidup makmur, aman, dan tentram. Setelah, Kerajaan Mataram Kuno diperintahkan oleh Panangkaran dari Dinasti Syailendra.
Setelah wafatnya Panangkaran Mataram Kuno terpecah menjadi dua, yakni Mataram Kuno yang bercorak Hindu dan Buddha. Kerajaan mataram kuno yang bercorak Hindu meliputi Jawa Tengah bagian utara di bawah pemerintahan Dinasti Sanjaya. Raja-rajanya: Panunggalan, Warak, Garung, dan Pikatan.
Sementara itu, Kerajaan Mataram Kuno bercorak Buddha meliputi Jawa Tengah bagian selatan di bawah kekuasaan Dinasti Syailendra. Indra adalah salah satu rajanya.
Kerajaan yang terpisah itu kembali disatukan melalui perkawinan politik Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya dengan Pramodhawardhani dari keluarga Syailendra.
Kerajaan Mataram Kuno mendapatkan serangan dari Kerajaan Sriwijaya yang dipimpin oleh Balaputradewa. Di sisi lain, Gunung Merapi terjadi erupsi yang menyebabkan Mpu Sindok memutuskan untuk melakukan perpindahan.
Raja-raja Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur
Drs. Prawoto, M.Pd. dalam buku Seri IPS Sejarah, menjelaskan bahwa raja-raja yang memerintah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur, yaitu:
1. Mpu Sendok (Memerintah 928-947)
Mpu Sindok merupakan pendiri dinasti baru (Dinasti Isyana) dengan bergelar Mpu Sindok Sri Isyana-tunggadewa Wijaya. Berita-berita pemerintahan Mpu Sindok tampaknya kurang berkembang melalui Prasasti Kalkuta sampai kemudian muncul nama Dharmawangsa.
2. Dharmawangsa (memerintah 991-1016)
Dharmawangsa melakukan penyerangan ke Sriwijaya untuk merebut jalur perdagangan Laut Jawa dan berhasil menguasai Sriwijaya pada tahun 992.
Tidak lama kemudian, Sriwijaya mengirimkan serangan balasan yang mengakibatkan Kerajaan Medang hancur dan para pembesar istana termasuk Dharmawangsa ikut tewas.
Tetapi, menantu Dharmawangsa berhasil menyelamatkan diri dan kerajaan hancur terpecah menjadi beberapa wilayah yang berdiri sendiri, peristiwa itu terjadi pada tahun 1016.
3. Airlangga (memerintah 1019-1042)
Airlangga dinobatkan sebagai raja setelah pergi bertapa di hutan selama tiga tahun, namun raja-raja dari kerajaan kecil di sekitarnya tidak mau mengakuinya sebagai raja.
Airlangga melakukan penaklukan kerajaan tersebut dan berhasil menyatukan kembali kerajaan yang terpecah pada tahun 1037.
Kemudian, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Kahuripan. Setelah kerajaan kembali utuh, kebijakan diarahkan pada peningkatan perekonomian.
Sebagai kerajaan agraris, irigasi (sistem pengairan sawah) diperbaiki dan dibangun bendungan Waringin Sapta di Sungai Brantas. Pengembangan perdagangan dimajukan melalui perbaikan pelabuhan Hujung Galuh.
Untuk menggantikan dirinya sebagai raja, Airlangga sudah menyiapkan putrinya bernama Sanggar Wijaya. Akan tetapi, putrinya tidak tertarik menjadi raja dan memilih untuk menjadi pertapa.
Agar tidak terjadi perebutan kekuasaan antara dua orang putra Airlangga dan selir-selirnya, kerajaan dibagi dua, yaitu Jenggala dan Kediri (Panjalu). Panji Grasakan menjadi Raja Jenggala dan Samarawijaya menjadi Raja Kediri.
Peninggalan Mataram Kuno
Dikutip dari buku Buku Siswa Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas 10 oleh Windriati, S. Pd., peninggalan dari Kerajaan Mataram Kuno berupa prasasti dan candi, di antaranya:
1. Prasasti Canggal menggunakan huruf pallawa dan bahasa sanskerta berangka tahun 723 M, menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja.
2. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa kalasan yogyakarta berangka 778 M, ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta.
3. Prasasti Mantyasih di temukan di Mantyasih, Kedu, Jawa Tengah berangka tahun 907 M menggunakan bahasa Jawa Kuno.
4. Prasasti Klurak, ditemukan di Desa Prambanan berangka tahun 782 M ditulis huruf Pranagari dan bahasa Sanskerta.
Candi-candi peninggalan Kerajaan Mataram Kuno antara lain, Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi, Prambanan, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi Kedulan, Candi Sojiwan, Candi Barong dan tentunya yang paling kolosal adalah Candi Borobudur.