Menurut Aisyah al-Ba’uniyah, dalam buku Al-Muntakhab fi Ushul ar-Rutab fi ‘Ilm at-Tashawwuf yang dialihbahasakan menjadi “Menjalin Ikatan cinta Allah SWT”, cinta ilahi tersebut mensyaratkan peniadaan selain-Nya dari dalam hati secara total, agar yang mencintai menyatu dengan Allah SWT yang dicintai.
Untuk menjadi orang yang dicintai Allah SWT, menurut Aisyah, seseorang harus mengikuti kekasih Allah SWT, yaitu Nabi Muhammad SAW. Hal ini telah ditegaskan dalam sebuah firman Allah SWT yang dikutip Aisyah al-Ba’uniyah. Allah SWT berfirman kepada Rasulullah SAW:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“ Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS Ali Imran [3]: 31).
Selain itu, Aisyah al-Ba’uniyah juga menyebut sekian banyak tanda seseorang yang cinta kepada Allah SWT. Salah satunya adalah kerelaan atau ridha. “Derajat cinta terendah adalah jika dia dilemparkan Kekasihnya ke neraka, komitmennya untuk tetap mencintai Dia tidak pernah tergoyahkan,” tulis Aisyah menukil seorang ahli makrifat.
Dia pun menggambarkan cinta ilahi dalam bentuk puisi, “Kuhapus namaku dan jejak tubuhku. Aku menghilang dariku selagi ada-Mu. Dalam fanaku telah fana kefanaanku. Dalam fanaku aku menemukan kamu.”